Amerika dan Islam: PR Bagi Presiden Baru

BH, 20/03/08

 “It was mistake on the part of the Americans to consider people divided as moderates and extremists, good and evil and dumping all Muslims in one category (Madeline Albright, former US Secretary of State).”

Itulah kata-kata yang diucapkan Albright ketika membuka US-Islamic World Forum kelima yang diselenggarakan di Doha Qotar pada tanggal 16-18 Februari 2008.

Forum yang diadakan setahun sekali ini menghadirkan para pemimpin berpengaruh dari negara-negara Islam dan Amerika Serikat  baik itu pemimpin politik, bisnis, media maupun akademisi dan tokoh-tokoh organisasi Islam. Kira-kira 200 orang peserta dari 36 negara di dunia hadir dalam acara ini.
Forum ini diadakan untuk merespon isu-isu penting yang muncul dalam hubungan Amerika dan negara-negara Islam dengan cara medahulukan dialog dan saling pengertian diantara kedua pihak. Dari forum dialog ini diharapkan akan muncul rencana program dan kegiatan yang bisa menjembatani kesalahfahaman antara negara-negara Islam dan Amerika Serikat.

Forum itu sangat penting bagi hubungan Negara-negara Islam dan Barat, khususnya Amerika, dalam rangka mengurangi kesalahfahaman diantara kedua belah pihak yang sering terjadi. Amerika sering menuduh dan mengaitkan umat Islam dengan tindakan kekerasan dan terrorism yang membuat umat Islam tidak simpatik dengan Amerika dan menimbulkan saling curiga diantara kedua belah pihak.

Ketika Amerika sedang ramai memilih presidennya, pertemuan forum ini semakin terasa signifikan. Siapapun nanti yang menjadi presiden Amerika baik itu Barack Obama atau Hilary Clinton dari Partai Demokrat ataupun McCain dari Partai Republik, isu-isu yang muncul pada pertemuan tersebut perlu menjadi perhatian.

Diantara saran yang perlu diperhatikan oleh Presiden Amerika yang baru justru datang dari orang Amerika sendiri yaitu Madeline Albright. Albright yang mengakui kesalahan Amerika dalam mengkotak-kotak masyarakat Islam menjadi moderate dan ekstrimist mengajukan lima agenda penting bagi Amerika untuk memperbaiki hubungannya dengan negara-negara di dunia termasuk negara Islam dikemudian hari.

Karena saran atau kritik itu datang dari seorang Albright yang pernah pejabat sebagai Menteri Luar Negeri Amerika (1996-2000), maka otokritiknya jelas ditujukan untuk perbaikan politik luar negeri Amerika ke depan dibawah kepemimpinan presiden baru. Nampaknya saran Albright ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi presiden terpilih nanti.

Kelima agenda yang menurut Albright perlu diperhatikan oleh presiden baru Amerika nanti adalah:

Pertama, isu nuklir. Isu ini sering dijadikan alasan oleh Amerika untuk memojokkan negara lain untuk tidak memilikinya bahkan tidak segan-segan Amerika melancarkan serangan sepihak dengan alasan nuklir seperti yang terjadi dengan serangannya di Irak.

Isu nuklir ini juga telah menyebabkan hubungan Amerika dan Iran terus memanas. Amerika bersikeras bahwa Iran akan membahayakan negara-negara di Timur Tengah jika memiliki senjata nuklir, sementara Iran sendiri beralasan bahwa reaktor nuklirnya ditujukan untuk keperluan pembangkit listrik bukan untuk senjata.

Kebijakan nuklir Amerika ini nampaknya perlu ditinjau ulang, kalau Amerika berhak memiliki nuklir, mengapa negara lain termasuk Iran yang kebetulan negara Islam tidak boleh memilikinya? Amerika harus bersikap adil kepada semua negara di dunia dalam isu nuklir ini jika tidak ingin dicurigai sedang memusuhi umat Islam.

Kedua, isu perubahan iklim. Dengan semakin mengkhawatirkannya pemanasan global (global warming) yang membuat bumi semakin panas, nampaknya Amerika dibawah kepemimpinan presiden baru harus mau menyetujui dan meratifikasi Protocol Kyoto yang berisi tentang pengurangan emisi karbondioksida dan gas-gas rumah kaca. Bukankah Australia sekutu terdekat Amerika dibawah pemimpin baru Kevin Rudd sudah menyetujuinya? Kini tinggal Amerika, mungkinkah presiden baru Amerika kelak setuju dan akan meratifikasi Protokol Kyoto ini?

Ketiga, penyempitan jurang pemisah antara negara yang kaya dan miskin. Amerika diharapkan mampu membantu masyarakat dunia untuk mempersempit jurang antara si kaya dan si miskin. Bantuan Amerika bagi kemajuan ekonomi di negara-negara berkembang diharapkan mampu mempersempit jarak tersebut. Karena kemiskinan sering menjadi lahan subur bagi perekrutan kelompok terroris, penyempitan jarak antara yang kaya dan miskin diharapkan bisa mengurangi terrorisme di dunia.

Keempat, memulihkan nama baik demokrasi. Nampaknya Amerika perlu terus menjunjung tinggi nilai demokrasi dan mengakui bahwa demokrasi bisa diterapkan di Negara-negara Islam sesuai dengan konteks budaya suatu negara. Amerika tidak bisa memaksakan demokrasi gaya Amerika di negara lain. Biarkan negara lain termasuk negara-negara Islam mendefinisikan dan menerapkan cara berdemokrasi yang tepat dengan kultur lokal suatu negara. Amerika tidak bisa mengatakan bahwa Islam tidak sesuai dengan demokrasi. Nilai-nilai Islam justeru mendukung demokrasi. Pemaksaan konsep demokrasi Amerika di negara-negara Islam terutama di Timur Tengah justru akan menimbulkan kontra produktif bagi demokrasi itu sendiri.

Kelima, menumpas terrorism. Amerika perlu merubah caranya dalam menumpas terrorisme. Pendekatan dialog nampaknya akan lebih berhasil ketimbang cara-cara memeranginya dengan mengangkat senjata. Pengalaman perang Irak dengan alasan memerangi terrorisme perlu ditinjau ulang oleh presiden baru dikemudian hari. Menghubungkan setiap tindakan terrorism dengan Islam adalah tidak tepat dan memeranginya dengan senjata justru kontra produktif dan bahkan semakin mempersubur tindakan terrorism di dunia. Amerika perlu mengajak bekerjasama negara-negara Islam untuk mencari solusi bagaimana memerangi terrosisme.

Nampaknya saran yang dikemukakan oleh Albright diatas harus menjadi perhatian serius presiden baru Amerika untuk memulihkan hubungan antara Amerika dan negara-negara Islam. Di akhir pidatonya, Albright mengajak semua peserta forum untuk meningkatkan saling memahami antar Muslim, Kristen dan Yahudi atas nama perdamaian yang diajarkan oleh masing-masing kitab suci.

Ucapan Albright diawal pidatonya yang mengkritik Amerika yang salah mengaitkan terrorism dengan Islam rupanya dibahas secara serius dalam forum tersebut sehingga diakhir pertemuan  disepakati untuk tidak menggunakan istilah Islamic terrorism karena terrorism tidak Islami dan Muslim justru banyak yang menjadi korban terrorism. Istilah violent ekstrimisme diajukan sebagai pengganti istilah Islamic terrorism.

Mudah-mudahan ide-ide cemerlang untuk membangun saling pengertian diantara negara Barat  khususnya Amerika dengan negara-negara Islam tidak hanya berakhir pada pertemuan itu tapi juga bisa diaplikasikan pada tataran realitas. Kritik dan saran Albright mudah-mudahan di dengar oleh para calon presiden Amerika yang sekarang sedang berjuang menarik para pendukungnya untuk menuju Gedung Putih.Wallahu A’lam.

 

 

One Response to Amerika dan Islam: PR Bagi Presiden Baru

  1. chinop says:

    Mudah-mudahan Obama mampu memberikan perubahan seperti janji-janjinya pada saat kampanye. Kita tunggu saja gebrakan “Si Anak Menteng” ini.

    Obama “Si Anak Menteng” Akhirnya Terpilih

Leave a comment